Cabai
Cabai | |
---|---|
Cabai merah | |
Klasifikasi ilmiah | |
Kingdom: | Plantae |
Ordo: | Solanales |
Famili: | Solanaceae |
Genus: | Capsicum |
Manfaat Cabai
Cabai (Capsicum annum L) merupakan salah satu komoditas sayuran yang banyak dibudidayakan oleh petani di Indonesia karena memiliki harga jual yang tinggi[2] dan memiliki beberapa manfaat kesehatan yang salah satunya adalah zat capsaicin yang berfungsi dalam mengendalikan penyakit kanker. Selain itu kandungan vitamin C yang cukup tinggi pada cabai dapat memenuhi kebutuhan harian setiap orang, namun harus dikonsumsi secukupnya untuk menghindari nyeri lambung.
Cara penanaman
Tanaman cabai cocok ditanam pada tanah yang kaya humus, gembur dan sarang, serta tidak tergenang air; pH tanah yang ideal sekitar 5-6. Waktu tanam yang baik untuk lahan kering adalah pada akhir musim hujan (Maret-April). Untuk memperoleh harga cabai yang tinggi, bisa juga dilakukan pada bulan Oktober dan panen pada bulan Desember, walaupun ada risiko kegagalan. Tanaman cabai diperbanyak melalui biji yang ditanam dari tanaman yang sehat serta bebas dari hama dan penyakit. Buah cabai yang telah diseleksi untuk bibit dijemur hingga kering. Kalau panasnya cukup dalam lima hari telah kering kemudian baru diambil bijinya: Untuk areal satu hektar dibutuhkan sekitar 2-3 kg buah cabai (300-500 gr biji).
Permasalahan produksi
Salah satu kendala utama dalam sistem produksi cabai di Indonesia adalah adanya serangan lalat buah pada buah cabai. Hama ini sering menyebabkan gagal panen[3]. Laporan Departemen Pertanian RI tahun 2006 menunjukkan bahwa kerusakan pada tanaman cabai di Indonesia dapat mencapai 35%. Buah cabai yang terserang sering tampak sehat dan utuh dari luar tetapi bila dilihat di dalamnya membusuk dan mengandung larva lalat. Penyebabnya terutama adalah lalat buah Bactrocera carambolae. Karena gejala awalnya yang tak tampak jelas, sementara hama ini sebarannya masih terbatas di Indonesia, lalat buah menjadi hama karantina yang ditakuti sehingga dapat menjadi penghambat ekspor buah-buahan maupun pada produksi cabai.Selain lalat buah, Kutudaun Myzus persicae (Hemiptera: Aphididae) merupakan salah satu hama penting pada budidaya cabai karena dapat menyebabkan kerusakan hingga 80%. Upaya pengendaliannya dapat menggunakan insektida nabati ekstrak Tephrosia vogelii dan Alpinia galanga. [4]
Upaya penanggulangan hama
Sebenarnya sudah dilakukan upaya untuk mengendalikan serangan lalat buah ini, di antaranya adalah pembrongsongan yang dapat mencegah serangan lalat buah. Akan tetapi, cara ini tidak praktis untuk dilakukan pada tanaman cabai dalam areal yang luas. Sementara penggunaan insektisida selain mencemari lingkungan juga sangat berbahaya bagi konsumen . Oleh karena itu, diperlukan cara pengendalian yang ramah lingkungan dan cocok untuk diterapkan di areal luas seperti di lahan sentral produksi cabai. Upaya pengendalian lalat buah pada tanaman cabai, khususnya cabai merah, adalah penggunaan insektisida sintetik karena dianggap praktis, mudah didapat, dan menunjukkan efek yang cepat. Selain insektisida sintetik, insektisida nabati seperti kacang babi Tephrosia vogelii, jeruk purut Citrus hystrix, serai wangi Cymbopogon citratus efektif sebagai penolak lalat buah.[5]Adiyoga dan Soetiarso (1999) melaporkan 80% petani sayuran menggunakan pestisida untuk mengendalikan penyakit tanaman. Akan tetapi penggunaan insektisida tersebut sering meninggalkan residu yang berbahaya terhadap lingkungan dan kesehatan manusia (Duriat 1996). Di samping harga insektisida sintetik yang mahal, dampak dari adanya residu insektisida sintetik dalam bidang ekonomi adalah penolakan ekspor oleh banyak negara tujuan ekspor atas produk-produk cabai yang mengandung residu fungisida dan pestisida lain (Caswell & Modjusca 1996). Di antara insektisida yang banyak digunakan dalam pengendalian serangan lalat buah pada cabai adalah Diazinon, Dursban, Supracide, Tamaron dengan konsentrasi 3-5%, dan Agrothion (Pracaya 1991).
Sumber : https://id.wikipedia.org/wiki/Cabai
Tidak ada komentar:
Posting Komentar